Ads Right Header

Buy template blogger

Bintang Kejora di Seragam Putih Abu-Abu : Suara Hati Anak Muda Papua Barat

Oleh : Noel Iman

Beberapa hari terakhir ini kita akan saksikan, jagat media sosial telah diramaikan oleh aksi sejumlah siswa SMA di Papua yang mencoret seragam sekolah mereka dengan gambar bintang kejora. Aksi ini bukan sekadar euforia kelulusan seperti yang lazim terjadi di berbagai wilayah Indonesia, melainkan sebuah bentuk pernyataan identitas: bahwa mereka adalah anak-anak asli Papua, yang ingin diakui, dihargai, dan dalam bahasa paling jujur mereka merdeka sebagai bangsa West Papua.

Sebagian orang mungkin dengan cepat menyebut tindakan ini sebagai bentuk indisipliner atau bahkan mengaitkannya dengan gerakan separatisme. Namun, sebelum terburu memberi label, kita perlu bertanya lebih dalam: apa yang mendorong siswa-siswa muda ini yang mestinya sibuk memikirkan masa depan, kuliah, atau pekerjaan justru memilih mengekspresikan diri melalui simbol perlawanan?

Jawabannya tidak sederhana, tetapi sangat nyata, rasa keterasingan dan ketidakadilan. Bagi banyak orang asli Papua, terutama generasi muda, simbol bintang kejora adalah lebih dari sekadar bendera. Ia adalah lambang harga diri, perjuangan, dan suara yang selama ini merasa dibungkam. Ketika mereka mencoretkannya di atas seragam putih abu-abu mereka, mereka sedang menyampaikan sesuatu yang tidak bisa ditulis dalam buku pelajaran—mereka sedang menuliskan sejarah dan luka mereka sendiri.

Kita tak bisa menutup mata bahwa ketimpangan pembangunan, diskriminasi rasial, hingga kekerasan yang masih terjadi di beberapa wilayah Papua, telah menciptakan jurang antara masyarakat Papua dan pemerintah pusat. Dalam jurang itulah lahir rasa frustasi, dan dalam frustasi itulah suara-suara merdeka sering terdengar lebih lantang.

Namun, alih-alih menanggapinya dengan represif, bukankah lebih bijak jika suara-suara ini didengar? Bukankah demokrasi sejati seharusnya memberi ruang bagi setiap warganya termasuk generasi muda Papua untuk menyatakan pendapat dan identitasnya tanpa rasa takut?

Mencoret seragam dengan bintang kejora mungkin dianggap kontroversial, tetapi itu adalah bentuk ekspresi. Menekan ekspresi tidak akan menyelesaikan masalah, justru hanya menambah luka. Yang dibutuhkan Papua hari ini bukan pelabelan sebagai makar, tetapi pendekatan yang manusiawi, penuh empati, dan terbuka terhadap dialog yang jujur.

Anak-anak muda Papua itu tidak sedang bermain-main. Mereka sedang menuliskan sesuatu yang tidak mereka temukan di pelajaran sejarah narasi mereka sendiri. Dan sebagai bangsa yang besar, kita punya dua pilihan mendengarkan mereka, atau terus kehilangan mereka.

Previous article
Next article

Belum ada Komentar

Posting Komentar

Ads Post 1

Ads Post 2

Ads Post 3

Ads Post 4