Desakan Keadilan untuk Tobias Silak: Front Justice Kecam Lambatnya Proses Hukum dan Tuntut Penindakan Tegas
![]() |
Front Justice for Tobias Silak, bersama keluarga korban dan perwakilan 12 suku di Yahukimo, gelar konferensi pers |
Jayapura, yamenaditv.com - Front Justice for Tobias Silak, bersama keluarga korban dan perwakilan 12 suku di Yahukimo, mengecam keras lambannya proses hukum dan ketidakjelasan penanganan kasus penembakan terhadap Tobias Silak, staf Bawaslu Kabupaten Yahukimo. Peristiwa tragis itu terjadi pada 20 Agustus 2024 di Jalan Sekla, diduga dilakukan oleh anggota Satgas Damai Cartenz.
Dalam konferensi pers yang dirilis hari ini, Selasa, 17 Mei 2025, Front Justice menegaskan bahwa proses hukum atas kasus ini dipenuhi kejanggalan. Meski Komnas HAM dan LBH Papua telah melakukan investigasi pada September 2024, hasil penyelidikan baru diumumkan tiga bulan kemudian setelah aksi serentak di Papua dan berbagai kota di Indonesia. Penyidikan oleh Polda Papua pun dinilai sangat lambat, memakan waktu lebih dari delapan bulan sebelum berkas dilimpahkan ke kejaksaan pada 30 April 2025.
Dari hasil penyidikan, dua anggota Brimob yakni Fernando Alexander Aufa dan Muh. Kurniawan Kudu ditetapkan sebagai tersangka. Namun, tidak ada kejelasan mengenai status hukum terhadap dua pelaku lain yang diduga turut terlibat. Front Justice juga menyatakan bahwa proses penyidikan justru cenderung melindungi pelaku di tingkat komando, seperti Kapolda Papua, Komandan Satgas Damai Cartenz, dan Kapolres Yahukimo.
Tuntut Pengadilan HAM, Bukan Pidana Umum
Menurut rilis tersebut, kasus penembakan Tobias Silak seharusnya diproses melalui mekanisme Pengadilan HAM sesuai UU No. 26 Tahun 2000 karena memenuhi unsur pelanggaran HAM berat dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Penggunaan pasal-pasal ringan oleh penyidik seperti Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dan Pasal 359-360 KUHP tentang kelalaian dianggap tidak mencerminkan keseriusan pelanggaran.
Herliana Sobolim, Koordinator Front Justice, menegaskan bahwa rilis ini merupakan bentuk tanggung jawab moral terhadap keadilan yang terus diabaikan.
“Jika suara kami tidak didengar, kami akan menggerakkan massa untuk menuntut keadilan dari seluruh penjuru Indonesia dan Papua,” pungkasnya.
Front Justice menyampaikan sembilan poin desakan, antara lain:
1. Pengungkapan aktor komando yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam penembakan.
2. Penerapan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dan Pasal 55 tentang turut serta.
3. Transparansi proses hukum dengan akses penuh bagi keluarga korban.
4. Vonis maksimal bagi pelaku dan pemecatan dari institusi kepolisian.
5. Perlunya percepatan pelimpahan kasus ke Pengadilan Negeri Jayapura, bukan di Wamena, demi keamanan keluarga korban.
6. Hentikan praktik pembunuhan di luar hukum (extra judicial killing) di Papua.
7. Ancaman mobilisasi massa secara nasional apabila tuntutan tidak dipenuhi.
Penulis: Derek Kobepa
Belum ada Komentar
Posting Komentar