Ads Right Header

Buy template blogger

LBH Papua Gelar Diskusi Publik tema "Membeda Praktek Praktek Militeristik Dalam Mengelolah PSN Di Merauke Yang Melanggar Hak Hak Masyarakat Adat Papua Pemulus Krisis Alam

Foto bersama usia gelar diskusi publik yang diselenggarakan oleh LBH, di Aula Kampus USTJ Abepura Jayapura, (30/11), (YamenadiTV/Derek Kobepa)

Jayapura, YamenadiTV - Direktur LBH Papua Emanuel Gobai menyampaikan Proyek Strategis Nasional di tanah Papua bukan hanya di Merauke tetapi ada lima tempat lainnya yang sama statusnya belum memiliki Amdal. Melalui Diskusi Publik yang disediakan oleh LBH Papua dengan Tema "Membeda Praktek Praktek Militeristik Dalam Mengelolah PSN Di Merauke Yang Melanggar Hak Hak Masyarakat Adat Papua Pemulus Krisis Alam". Diskusi ini berlangsung di Aula Kampus USTJ Abepura, Jayapura, Papua, Sabtu (30/12). 

"Proyek Strategis Nasional yang mengancam hak hak masyarakat ada ada lima bukan hanya di Merauke, Keerom, Sorong, Genyem, dan Fakfak, Teluk Bintuni, rata rata belum memiliki Amdal dan bentuk izin sama masyarakat adat yang diwariskan oleh leluhur mereka sebagai subjek atas tanah adat Papua," katanya.

Emanuel Gobai, menyampaikan Pada prinsipnya Proyek Strategis Nasional Pangan dan Energi di Merauke yang dilakukan berdasarkan atas Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor 835 Tahun 2024 pada 12 Juli 2024, tentang Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan untuk Kegiatan Pembangunan Sarana dan Prasarana Ketahanan Pangan dalam Rangka Pertahanan dan Keamanan Atas Nama Kementerian Pertahanan RI seluas 13.540 hektar pada Kawasan Hutan Lindung, Kawasan Hutan Produksi Tetap dan Kawasan Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan akan dijalankan oleh 10 Perusahaan.

"Untuk diketahui bahwa kesepuluh serta besaran luas yang akan dikelola serta alamatnya sebagai berikut : 1. PT Global Papua Abadi, Luas Lahan 30.777,9 hektar di Distrik Tanah Miring dan Jagebob, 2. PT Murni Nusantara Mandiri, Luas Lahan 39.579 hektar di Distrik Jagebob, Tanah Miring dan Animha, 3. PT Andalan Manis Nusantara, Luas Lahan 60.000 hektar di Distrik Tanah Miring dan Animha, 4. PT Semesta Gula Nusantara, Luas Lahan 60.000 Hektar di Distrik Jagebob dan Sota, 5. PT Berkat Tebu Sejahtera, Luas Lahan 60.000 Hektar di Distrik Jagebob dan Sota, 6. PT Agrindo Gula Nusantara, Luas Lahan 60.000 hektar di Distrik Eligobel, 7. PT Sejahtera Gula Nusantara Luas Lahan 60.000 di Distrik Ulilin, 8. PT Global Papua Makmur, Luas lahan 59.963,07 Hektar di Distrik Ulilin dan Eligobel, 9. PT Dutamas Resources International, Luas Lahan 60.000 di Distrik Eligobel dan 10. PT Borneo Citra Persada, Luas lahan 50.772,4 hektar di Distrik Malind, Kurik, Animha. Atas tas dasar itu, secara menyeluruh dapat disimpulkan bahwa ada kurang lebih 2 juta hektar lahan diatas Wilayah milik Masyarakat Adat Marind yang akan dirampas oleh Pemerintah Indonesia untuk mengembangkan Proyek Strategis Nasional Pangan dan Energi di Merauke," kata Gobai catatan pelanggaran Peraturan oleh PSN. 

Dikatakan Emanuel Gobai, Sekalipun kesepuluh Perusahaan telah menjalankan Proyek Strategis Nasional berdasarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor 835 Tahun 2024 namun sayangnya tidak memiliki AMDAL sehingga jelas-jelas melanggar ketentuan "Setiap usaha dan atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki Amdal" sebagaimana diatur pada Pasal 22 ayat (1), Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengolahan dan Perlindungan Lingkungan Hidup. 

"Sesuai dengan perihal kriteria dalam AMDAL yaitu : a. besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan; b,luas wilayah penyebaran dampak; c. intensitas dan lamanya dampak berlangsung; d. banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak; e. sifat kumulatif dampak; f. berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan/atau g. kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Baca : Pasal 22 ayat (2), Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengolahan dan Perlindungan Lingkungan Hidup) maka jelas-jelas menunjukan bukti Proyek Strategis Nasional dilakukan tanpa persetujuan Masyarakat Adat Marind sebagai pemilik wilayah yang menjadi target beroperasinya Proyek Strategis Nasional Pangan dan Energi di Merauke," tegasnya. 

Atas dasar itu, Direktur LBH Papua menegaskan mengumpulkan bahwa Proyek Strategis Nasional di Merauke melanggar Hak Masyarakat Adat Papua Khususnya Masyarakat Adat Marind yang dilindungi sesuai ketentuan Pasal 18b ayat (2), Undang Undang Dasar 1945 junto Pasal 6, Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia junto Pasal 43 ayat (1), Undang Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Propinsi Papua.

Emanuel menyampaikan Sekalipun Proyek Strategis Nasional di Merauke jelas-jelas bertentangan aturan diatas namun pada perkembangannya Pemerintah Republik Indonesia mengunakan pendekatan militeristik dalam mendorong Proyek Strategis Nasional di Papua yang ditandai dengan pembentukan Peresmian 5 (lima) batalyon infanteri (Yonif) penyangga daerah rawan di lima daerah Papua untuk mendukung program ketahanan pangan pemerintah. Pada prinsipnya 5 (lima) batalyon di lima daerah di Papua bakal bekerja sama dengan Kementerian Pertanian dan masyarakat setempat untuk menanam komoditas pangan utama, salah satunya padi dimana Batalyon-batalyon ini akan berada di bawah komando daerah militer (Kodam), ada Kodam XVIIl/Kasuari dan Kodam XVII/Cenderawasih. Pada jelas-jelas ditegaskan bahwa "Prajurit dilarang terlibat dalam kegiatan Bisnis" sebagaimana diatur pada Pasal 39 angka 4, Undang Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.

"Dengan melihat kondisi temuan peneliti terkait manusia membuang 41,2 miliar ton karbon dioksida ke atmosfer pada 2024. Angka itu meningkat 0,8 persen dari tahun 2023," ujar Gobai.

Emanuel prihatin dengan emisi yang dihasilkan oleh perubahan penggunaan lahan, seperti penggundulan hutan, total 45,8 miliar ton karbon dioksida dilepaskan pada tahun 2024.

"Atas dasar itu, dengan melihat fakta Proyek Strategis Nasional Pangan dan Energi Di Merauke yang dilaksanakan tanpa mengantongi AMDAL yang jelas-jelas melanggar aturan itu akan melanggar Hak Masyarakat Adat Marind yang akan dilakukan dengan pendekatan militeristik yang jelas-jelas telah menyumbangkan kenaikan Emisi Karbon melalui penggundulan hutan adat Marind," tegas Gobai.

Selain itu, Kasimirus Chambu, Ketua Ikatan Mahasiswa Merauke, mengatakan orang tua mereka kehilangan hutan mereka berjuta hektar di Merauke orang tua kehilangan mata pencaharian mereka dari hewan hingga tumbuhan yang ada di hutan tersebut.

"Pelanggaran HAM genosida terhadap Masyarakat adat di Merauke nyata dengan oleh perusahaan PSN yang belum ada Amdal. Namun untuk manusia belum korban tetapi tempat mata pencaharian makan minum mereka dibabat habis," pungkas Kamisirus Chambu.

Penulis : Derek Kobepa

Previous article
Next article

Belum ada Komentar

Posting Komentar

Ads Post 1

Ads Post 2

Ads Post 3

Ads Post 4